Monday, April 6, 2020

Habib Ahmad al-Muhdor dan Kisah Pertama Lahirnya Qasidah Sa’duna


Terik matahari memanggang kota Mekah. Masjidil Haram tengah disesaki jemaah haji. Hari itu Jumat. Seorang khatib berdiri di atas mimbar. Ia membacakan sebuah khutbah yang teramat panjang. Lama sekali sang khatib berkhutbah. Jamaah tersiksa oleh sengatan siang. Maklum, saat itu bertepatan musim panas. Keringat becucuran deras. Usai khutbah, sang khatib mengimami shalat. Anehnya, salat ini dilakukan dengan sangat cepat. Surat yang ia pakai pun yang pendek-pendek.

Setelah salam, seorang jamaah menghampiri khatib. Namanya Habib Ahmad bin Muhammad al-Muhdor. Tangannya menggenggam sebatang tongkat. Lalu tanpa diduga, sang habib menggebuk khatib dengan tongkat sembari berkata-kata lantang, “Kamu telah membolak-balik sunnah Rasulullah SAW. Mestinya kamu meringkas khotbah dan sedikit memanjangkan salat.”
Khatib itu berteriak kesakitan. “Hai orang-orang, aku dipukuli seorang Hadrami…! Habib Ahmad menimpali, “Aku bukan Hadrami,” ia lalu bersenandung, Kami mengenal Batha'(sebuah daerah di Mekah) dan ia mengenal kami Bukit Shafa dan Baitullah (Ka’bah) mencintai kami.
Kota Mekah geger, Sang Amir (Muhammad bin Awan) geram.
Diperintahkannya polisi untuk menangkap Habib Ahmad dan menghukumnya di depan khalayak. Keresahan melanda warga Hadrami. Mereka mengkhawatirkan nasib habib tercinta itu. “Tak usah khawatir! Ibundaku, Khadijah binti Khuwailid, selalu bersamaku,” ujar Habib Ahmad menenangkan. “Aku akan berlindung di tempatnya.” lanjutnya.
Saat itu juga ia bergegas ke kubah Sayyidah Khadijah Al Kubro, istri mulia Baginda Nabi SAW. Pasukan polisi mengejar di belakangnya. Sesampainya di depan kubah, peristiwa ajaib terjadi, pintu kubah terbuka dengan sendirinya. Habib Ahmad masuk, dan pintu itu tertutup kembali. Para polisi berusaha membuka, namun tak kuasa.
Mereka menemui juru kunci kubah dan meminta kunci. Namun ia enggan menyerahkan. “Takkan ku­berikan kunci ini kepada siapa pun.” Akhirnya dengan luapan amarah, mereka mengambil secara paksa. Berbekal kunci itu, mereka berhasil membuka pintu kubah. Tapi ajaib, Habib Ahmad tak kelihatan batang hidungnya. Mereka mencari-cari, namun hasilnya nihil, ia seperti raib di perut bumi.
Para abdi praja itu akhirnya menyerah. Mereka melapor pada Sang Amir perihal kejadian luar biasa itu. Ia merasa takjub. la kemudian menanyai warga Hadrami mengenai siapa sebenarnya Habib Ahmad. Ketakjubannya kian membumbung kala mengetahui kesejatian sosok habib yang alim itu.
Penguasa Mekah itu kemudian mengadakan jamuan istimewa untuk Habib Ahmad sebagai tanda maaf.
Sang Habib menyambut hangat. Di tengah jamuan itu, Sang Amir membujuk Habib Ahmad agar bersedia menetap di Mekkah. Habib Ahmad tidak langsung menjawab ya ataupun tidak. “Aku tanyakan dulu kepada ibundaku, Khadijah Al-Kubra,” kata Beliau. Lalu Beberapa hari kemudian, ia mendatangi Syarif dan memberi kabar, “Maaf Amir, Ibunda Khadijah menghendaki aku untuk kembali ke Quwereh”.
Peristiwa itu terjadi pada musim haji tahun 1250 Hijriyah.
Selain berilmu tinggi, Habib Ahmad dikenal keras dalam mujahadah. Jauh-jauh hari Beliau telah menyiapkan liang kuburnya sendiri yang ditempatkan di sebelah masjidnya. Beliau meluangkan waktu berbaring di liang itu setiap hari sembari membaca Alquran. Tercatat tujuh ribu kali khataman ia selesaikan di dalam kubur itu sebelum akhirnya meninggal dunia. Namun Beliau juga punya kepribadian yang unik.
Di balik kekhusyu’annya itu ia selalu menampakkan diri sebagai sosok yang jenaka. la suka bergurau. Gurauannya bahkan kadang keterlaluan. Pernah ia menyesal dan berniat takkan bergurau lagi. Akan tetapi ia langsung ditegur Rasulullah SAW dalam mimpi agar meneruskan kebiasaannya bergurau.
Hari Habib Ahmad memiliki pertautan yang erat dengan Ummul Mukminin, Khadijah al-Kubra. la menulis kumpulan syair yang memuji ibunda Az-Zahra [Salah satu Syairnya adalah Qasidah “Sa’duna Fiddunya”]. Hikayat di atas adalah salah satu bukti kecintaan Beliau dengan Sayyidah Khadijah Al Kubro.
Dan akhirnya ia menyusul ibundanya itu pada tahun 1304 H, dalam usia 87 tahun. Beliau meninggalkan beberapa putra yang shaleh. Salah satunya adalah “Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdor, Bondowoso”, seorang ulama yang pernah meramaikan belantika dakwah di Nusantara ini.
la juga meninggalkan beberapa murid yang hebat. Dian­taranya: “Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur dan Habib Idrus bin Umar al-Habsyi. “


سعدنا في الدنيا * فوزنا في الأخرى
kebahagiaan kami di dunia
dan keberuntungan kami di akhirat

بخديجة الكبرى * وفاطمة الزهراء
dengan perantara Khadijah Al Kubro
dan Fatimah Az Zahro...


Previous Post
Next Post

0 comments:

Subscribe